Kilat Akan Selalu Mendahului Gemuruh
Waktu itu langit adalah orkestra petasan penuh cekcok. Siapa pun yang jemurannya belum diangkat, kuucapkan turut berduka cita.
“Tidak ada kunang-kunang di Manhattan,“ begitu
kata congormu kalau sudah lelah dengan langit-langit Depok.
“Olenka mungkin bakal berasa lebih memuaskan,”
begitu saja kubalas.
Kamu tersenyum, aku buyar tak terperikan. Belum
ada orang yang terpukau selama satu dasawarsa, hanya aku kalau bersama kamu.
Kami membicarakan gerak-gerik belalang sembah,
seekor kucing yang tidak bertanggung jawab terhadap tahinya, sampai kematian
Jeon Mi-Seon di langit-langit kamarnya.
“Kita ini gemuruh,” katanya sambil mengelus
buku Umar Kayam, “takkan dapat mendahului kilat.”
Untuk seseorang yang mempermasalahkan pada
situasi seperti apa ‘telinga’ dan ‘kuping’ seharusnya digunakan, omongan ini
cukup menggelikan kalau keluar dari mulutnya. Oleh karena itu, ingin rasanya
menempeleng kepalanya dengan lemah lembut.
“Wah, bacotmu keren sekali!” balasku.
Dan satu dasawarsa dilanjutkan melalui Wuthering
Heights sampai Weathering Bersama Kamu. Kita hanya berisik, tidak
menyilaukan sama sekali, tetapi itu sudah lebih dari cukup karena gemuruh kita
berdua sehebat langit-langit Depok. Marilah mengangkat jemuran kalau kami
berdua sudah bertemu.
Label: Prosa Konyol
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda