Jumat, 31 Desember 2021

Seyogianya Sekar (2)

 "Perempuan itu hanya mengenakan bawahan sepanjang beberapa senti dari vaginanya!" hampir-hampir Sekar tersedak oleh perkataannya sendiri.

Selayaknya Sekar, hujan tak ada, angin tak hadir, tetapi disuguhkan kepadaku sebaris omongan yang membikin satu ruangan meletakkan perhatiannya kepada kami berdua.

"Wow, wow, tenang. Jangan menggunakan topi sombrero di sini!" balasku. Tidakkah Sekar sadar kalau beruang laut akan hadir melalui tatapan para pengunjung kafe.

"Aku tidak membawa klarinet!" dilemparkan kembali ucapanku.

Apa yang dialami Sekar, menurut google translate, adalah gegar budaya. Istilah ini tentu tidak sopan, karena berdasarkan sinema elektronik, gegar otak adalah istilah paling frekuen digunakan dalam membumbui cerita. Aku curiga kalau Sekar mendalami dua gegar sekaligus.

"Nyaliku berbanding lurus dengan bawahan yang kupakai, semakin pendek, bakal semakin rendah," kata Sekar.

"Berbanding lurus?" tanyaku.

"Iya!"

"Nyalimu pendek atau rendah?"

"Boleh keduanya."

"Tekanan darah pendek?"

"Hmm..."

"Bawahan tinggi atau panjang?"

"Panjang!"

"Anak pandai!"

Seyogianya Sekar, seorang karyawati dengan lutut yang tak pernah mendahului bawahan. Lain waktu bakal kuceritakan perihal Sekar, perempuan yang cita-citanya adalah menanak kebahagiaan. 

(Bersambung kalau Sekar berkenan)

Label: ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda