Sabtu, 25 Oktober 2014

Waking up

Pernah gak sih kalian mengalami hal ini.
Ketika kalian melihat-lihat file yang sudah tersimpan lama, dan kemudian berpikir :
"Saya pernah ngalamin ini ternyata."

File-file yang saya maksud adalah benda-benda perwujudan kenangan lama, seperti foto, mainan masa kecil, ataupun tulisan-tulisan kita kala SD dulu, semua itu membuka kembali memori lama, sebuah kenangan bahagia.

Pengalaman ini saya rasakan ketika liburan idul adha lalu.
Entah angin apa yang terhembus melewati bulu kumis saya, sehingga saya dipertemukan lagi dengan teman lama masa SMP dulu, nama dia Yonair. Percayalah nama itu hanya samaran.

Yonair akrab menjadi teman saya sejak SD dulu.
Saat saya sedang sedih, karena layang-layang saya robek, dia ada untuk saya.
Saat saya sudah tidak punya uang, untuk merental PS1, tangan kecilnya memberi saya uang 2000 rupiah agar saya bisa main 1 jam.
Saat paha saya perih diterjang oleh guru, karena saya bermain-main saat upacara bendera, dia hanya diam menertawakan saya.

Itulah teman sejati.

Karena siang itu, panas matahari sudah melewati permukaan kulit.
Kami berdua bingung harus ngapain.
Jadilah kedua orang ini "Nyasar" ke SMP lama kami.

Gerbang sekolah masih terlihat sama, dengan cat tembok yang sama juga, cat dinding yang masih sama, dan rumput-rumput yang masih hijau, oke ini gak penting.

Saya lihat, sudah banyak yang berubah, karena semuanya sudah berlalu 2 tahun.
Kami berdua, berhenti didepan lab komputer, dan memandangi sebuah spanduk yang bergambarkan anggota-anggota paskibra dan kegiatan-kegiatannnya.

"Eh bro liat inikan foto-foto lomba kita dulu!" Yonair memulai pembicaraan.
"Iya bro, ternyata mereka menyalahgunakaan foto-foto kita setelah kita lulus!" Jawab saya.
 (Padahal gak ada satupun foto saya disana.)

*sambil nunjuk-nunjuk foto*
"Liat ini men! Ini! Ini! Ini! Ini semua foto gua semua waktu ngibarin bendera sama lomba antar kecamatan dulu!" Yonair tiba-tiba histeris karena spanduk tersebut banyak berisi foto-fotonya yang dia elu-elukan, padahal sih saya sendiri illfeel melihatnya.

Oh ya, lomba.
Dulu saya juga pernah ikut lomba itu, lomba baris berbaris antar kecamatan. Bedanya, Yonair ikut dalam Grup A, grup yang benar-benar dipersiapkan sekolah untuk merebut juara. Sedangkan saya? Ikut dalam Grup B, grup yang dibentuk hanya untuk meramaikan lomba, atau istilah kasarnya sih "Genap-genapin".

Saya juga teringat dengan hari-hari yang saya habiskan untuk latihan lomba tersebut.
Dan saya yang ketika itu sedang dalam tahun ketiga di SMP, merasa sangat tidak terima ketika : Ketua Grup A adalah anak kelas 8.

Mungkin karena dia ketua dari Grup A, dia merasa menjadi "Sparta" karena semuanya bisa dia atur, termasuk saya dan Yonair.
Saya hanya tidak terima jika seorang junior mengatur-ngatur saya, alhasil, saya lebih banyak memberotak ketika dia memberi perintah saat latihan.

Dan puncak dari pemberontakan itu adalah.
Ketika si junior kampret ini nyuruh saya untuk Push-up 20 kali dan saya tidak terima.
"Kenapa cuma gua yang push-up yang lainnya enggak." Kata saya.
"Ya sudah push-up 50 kali." Kata si Junior.
Yasudahlah saya lakukan, daripada ditambah lagi jumlahnya. -_-

Yonair cuma ketawa cekikikan melihat saya dibully adik kelas sendiri.

Popoknya, eh maksudnya pokoknya masa SMP itu aneh-aneh aja kejadiannya.



Selasa, 21 Oktober 2014

Diary Monyet

Yang masih jadi misteri sampai sekarang adalah, kenapa seekor monyet dijadikan "kambing hitam" akibat cinta masa remaja seseorang. Tapi sudahlah tak perlu permasalahkan monyet, karena monyet tidak pernah membawa masalah kepada kita, kecuali kepada adik saya yang hasil pancingannya hilang diambil monyet-monyet hutan kelaparan. Ini true story loh.

JAS MERAH!

Saya ingin menulis tentang cinta monyet saya kala SMP dulu, yang (sejujurnya) sangat memalukan, tapi entah kenapa setelah beberapa tahun lulus, saya jadi merindukan momen-momen memalukan itu, ketika saya jadi pusat diskriminasi di kelas.
Saya belajar dari pengalaman, bahwa betapa bencinya kita dengan masa sekolah, tetap saja kita akan merindukannya dimasa depan, karena itu sudah menjadi bagian kecil dari hidup kita. 

Semua bermula dengan semakin membaiknya fungsi kelenjar testosteron milik saya, yang membuat saya melakukan langkah pertama dalam dunia percintaan, yaitu : Menyukai perempuan. (Yaiyalah perempuan).
Saya mulai menyukainya sejak kelas 8 dan kebetulan kala itu saya sedang aktif menulis di majalah TIMES di buku diary yang sudah saya besarkan sejak SD.

Karena buku diary adalah satu-satunya teman yang bisa saya percaya dalam menyampaikan unek-unek, jadilah buku diary itu (Sebenarnya itu hanyalah buku tulis biasa) penuh dengan berbagai cerita-cerita aneh saya yang sangat memalukan untuk saya ceritakan kepada teman.

Ini yang saya tulis disitu :
"...hari ini disamping kelas ada sekawanan lebah yang sedang membuat sarang dipohon pepaya. Teman-teman sekelas saya memulai kegiatan iseng mereka dengan melempar-lempar sarang itu dengan batu, botol aqua atau apapun itu yang bisa dilempar. Sebenarnya saya tidak suka kegiatan kurang kerjaan begini, tapi semua berubah semenjak negara api menyerang ketika saya melihat Rini sedang duduk bersama teman-temannya, tepatnya beberapa meter dari sangkar lebah, sepertinya mereka semua belum menyadari kalo ada sarang monster di dekat mereka. Jadi deh saya malah ikut-ikutan anak-anak nakal ini melempari sangkar lebah, niat saya sebenarnya bukanlah untuk mengganggu lebah, tapi hanya agar bisa melihat Rini, melihat Rini dari jarak sedekat mungkin.

Yang buat saya suka sama dia itu, karena rambut dia itu berponi, poninya itu lho bulet kayak buah apel..."

Sebenarnya dalam cerita itu, terserah anda ingin menamai perempuan itu dengan nama Rini, Ani, Ana ataupun Rina, asal jangan Joko.
Rini tentu saja bukan nama aslinya dan perempuan itu sekelas dengan saya.

Saya menulis itu ketika di dalam kelas, kebetulan saat itu saya sedang ingin menulis apa saja dibuku harian saya, daripada semua ide saya hilang lebih baik buku diary ini saya bawa untuk jadi "Coret-coretan".
Dan saat itu terjadilah peristiwa paling membahagiakan bagi seluruh siswa-siswi Indonesia : Bel Istirahat.

Karena perut saya sudah berdo-re-mi-fa-so-la-si-do (bilang "laper" aja susah amat), secepat kilat saya menutup buku diary itu, menaruhnya di kolong meja dan langsung menuju kantin.

*ANGGAP SAJA 10 MENIT KEMUDIAN*

Perut saya sudah terisi.
Dan sepertinya sudah bisa lanjut menulis lagi.

Tetapi ada hal aneh yang saya rasakan, karena sepanjang jalan menuju kelas, semua orang senyum-senyum najong kearah saya, dan kadang ada yang tertawa.
Pasti ada yang salah, dan saya tahu penyebabnya.

Lalu saya merogoh-rogoh bagian belakang tubuh saya, tapi tidak saya temukan kertas apapun.
Biasa lah, kenakalan remaja yang paling mainstream. Yaitu menulis yang aneh-aneh dikertas, dan ditempelkan ke punggung teman.

Saya paling sering dikerjai dengan tulisan :
"AWAS ANJING GALAK"
"SAYA HOMO"
"ORANG GILA"

Tapi masalahnya berbeda sekarang, apa sih yang mereka tertawakan?
Karena tidak mau diambil pusing, saya cepat-cepat masuk kelas.

....

Dan...
Kemudian...
Dunia kiamat...
Matahari hilang dari orbit...
Dajjal keluar dari persembunyiannya...

Ketika sekelas meneriaki saya dengan 3 kata penuh makna :
"CIEEE PONI APEEELLLL!!!!"

Oh God, why?

Ternyata seluruh kelas sudah membaca isi buku harian saya.
Anda semua tahu, membaca buku harian seseorang itu sama kejamnya dengan pembantaian nazi terhadap kaum yahudi.

Malunya tuh disini... *Nunjuk muka*

Senin, 20 Oktober 2014

Sejarah & Matematika


“JAS MERAH, jangan sekali-kali melupakan sejarah.” Siapa tokoh yang mengatakannya?
Yap benar sekali, beliau adalah presiden pertama kita Ir. Soekarno. *Padahal gak ada yang jawab*

Dulu ketika ulangan mata pelajaran sejarah, ada pertanyaan seperti diatas, dan saya mampu menjawabnya. Karena kebetulan itu materi yang saya baca. Memang sesuatuu banget ketika materi yang kita baca “kebetulan” keluar di ulangan, karena saya juga pernah capek-capek belajar, membaca, belajar, membaca. Dan Alhamdulillah hasilnya sangat kurang, karena area seluas 10 lembar tidak mungkin bisa saya cover semuanya (ceilah bahasanya udah kayak sersan aja :D). Itulah realita anak sekolahan.

Ketika ditanya guru, kenapa hasil ulangannya bisa jelek, kompak sekelas bilang :
“Susah-susah soalnya buuuuk!” <<< Ini jawaban mainstream.

Ketika ditanya guru, kenapa ulangan sejarah selalu jelek, jawabannya :
“Gimana mau move on buk, kalo sejarah aja dipelajari, yang lalu biarlah berlalu.” <<< Ini baru jawaban greget!

Menurut saya, pelajaran sejarah itu sebenarnya pelajaran yang enak, karena kita hanya tinggal membaca. Yap! Hanya membaca dan membaca, tidak ada yang lain. Bukannya saya sombong sih ngomong beginian, karena saya pribadi juga nilai sejarah gak pernah bagus-bagus amat, amat aja gak bagus masa saya bagus, kan gak sopan. 
*Mulai bicara ngawur*

Berbeda dengan Fisika, matematika, kimia dan koloninya yang selalu hidup berdampingan dengan angka. Membaca buku sejarah itu sama saja membaca koran, semuanya full teks, full teks, full teks.

Dan perbedaan yang sangat terlihat ketika ulangan matematika dan sejarah, adalah.
Walaupun kamu belum belajar materi yang diujikan, tetap saja kamu masih “mampu” dalam menjawab soal sejarah, hahahaha dari pengalaman saya pribadi, saya lebih sering menggunakan logika dalam menjawab soal-soal sejarah. Jadi, ngejawabnya itu diterka-terka aja. Tolong jangan ditiru. :D

Berbedaaaa sekali dengan soal-soal matematika, kamu gak belajar ketika ulangan matematika? It’ll be your nightmare although you take the math test at morning. :D
Yang paling saya kesalkan ketika mengerjakan soal matematika, adalah...

Sebenarnya hanya satu soal
Tapi, pembahasannya itu bisa penuuuh hampir satu halaman buku. It’s true kan?
Pernah guru matematika memberi tugas kepada kelas kami, saya lihat ada 3 soal yang ada di papan tulis.
“Cuma 3 soalnya pak?” Celetuk salah seorang teman saya, yang belum mengerti makna dibalik MATEMATIKA.
Sudahlah saya coba-coba saja untuk mengerjakannya, toh kalau salah bisa diganti.

Dan, baru 5 menit berlalu sejak saya mencoba untuk menjawab soal itu, saya sudah menyerah. Daripada pusing, mending saya lihat jawaban teman saya, yang otaknya “lebih mendingan” daripada saya dalam hal hitung-hitungan.
Reaksi saya ketika melihat jawaban dari teman saya itu... adalah...
*Melotot*... Sambil spontan ngomong : “ajeee gileee bunenggg!”

Saya kaget... (Yaiyalah you don’t say? -_-)
Karena ternyata 3 soal tersebut, membutuhkan 2 lembar kertas pembahasan.
YOU MUST BE JOKING.

Sudah capek-capek ngerjain
Dan...
Ehhh...
Jawabannya kita gak tertulis di abjadnya...

Ini ni yang paling sering kejadian kalo ngerjai soal pilihan ganda.
Mau kesel, kesel sama siapa. Mau marah, marah sama siapa. -_-

Pembahasannya panjaaang banget
Iya, seperti yang sudah saya bilang.
Pembahasannya sudah panjang, tapiii ternyata hasilnya itu enoooll (0), iya Cuma “0”.
Saya Cuma berpikir, ngapain capek-capek ngerjain, nyari sana-sini pake rumus. Kalo ternyata hasilnya cuma enol.
Setidaknya, tolonglah untuk para pembuat soalnya, hargailah kami para murid-murid ini yang sudah capek-capek ngerjain soal, paling tidak hasil akhirnya itu kan bisa tujuh, delapan, dua, kalo satu masih boleh lah. Tapi kalo hasilnya enol, seolah-olah pencarian panjang-panjang itu gak mendapat hasil gitu loh. *mulai bicara ngawur lagi*

Gimana? Dari ketiga hal yang saya bahas tadi, pasti ada salah satu yang “true story” kan?

Sabtu, 18 Oktober 2014

Untitled

Kehidupan.
Sebenarnya semenjak kita dilahirkan, semenjak itu pula kita sudah dihadapkan dengan takdir, entah takdir itu baik atau buruk, ataupun takdir itu ada diantara baik dan buruk. (Bingung gak sih?) Contoh dari takdir antara baik dan buruk itu mungkin adalah kematian, sebagian orang menganggapnya sebagai hal yang menyeramkan, menurut saya, pemikiran seperti itu sungguhlah pemikiran seorang awam yang belum kuat dasar agamanya, saya pribadi juga mengakui bahwa pemahaman saya terhadap Al-Islam masih belum luas.

Seseorang yang sedang berjuang melawan penyakitnya, dan akhirnya meninggal.
Mungkin bagi keluarga yang ditinggalkan akan sangat merasa kehilangan dan menganggap bahwa takdir ini termasuk takdir buruk, namun baginya yang meninggal dunia, itu hal paling baik yang Allah berikan agar rasa sakitnya di dunia bisa berakhir.

Terlalu jauh sepertinya jika harus berbicara tentang kematian, toh umur saya juga masih 17an, masalah tentang hidup atau mati biarlah yang maha kuasa yang mengatur. “Beribadah seolah esok akan meninggal, bekerja untuk dunia seolah hidup selamanya.” Itu prinsip yang saya pegang.

Hidup saya.
Sama seperti kebanyakan anak sekolah lainnya. School stuff, such as homework, tasks, teacher’s advices, teacher’s anger, teachers you hate. Seperti itulah kehidupan anak sekolahan, khususnya tahun ketiga seperti saya.

Tahun ketiga.
Sebenarnya saya tidak benar-benar menyukai fase ini, saat dimana saya dituntut harus menguasai SEMUA pelajaran, demi melewati ujian nasional, dan mengabaikan apa yang saya sukai, menghilangkan hal yang sudah menjadi passion saya, itulah potret lembaga pendidikan. Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan yang lainnya. Semua monster itu meminta untuk dijinakkan, what can I do?

Tuntutan untuk bisa menguasai semua pelajaran. Mungkin jika masa depan ditentukan oleh kemampuan semua pelajaran tersebut, saya sudah pasti akan berada di pinggir-pinggir jalan untuk meminta-minta pada 10 tahun kedepan. Suram, that’s the exact word to describe my future.

Belum lagi dengan ucapan Ibu saya Beberapa waktu yang lalu.
Beliau mengatakan perihal perguruan tinggi yang akan saya pilih, dan guess what? I think I ain’t the only person here who has ever felt this. Beliau bilang bahwa saya akan menunggu 1 tahun lagi bila saya tidak diterima di perguruan tinggi negeri manapun.
Oh, God.

Saya sangat memahami bahwa semua ini berkat faktor ekonomi, uang memang bukan segalanya, tapi segala sesuatu perlu uang. I totally understand this.

Saya hanya bisa berdoa dan berusaha.

Senin, 13 Oktober 2014

Cerpen

Mungkin judul film terseram dalam sejarah anak sekolahan adalah :
BESOK HARI SENIN
Mau kamu seru-seruan malam minggu sambil nonton film...
Mau kamu begadang semalaman sambil maen game...
Mau kamu nyulik anak presiden dan minta iPhone 5s sebagai tebusan... (yang ini tidak untuk ditiru)

Tetep aja.

Aktivitas se-asyik apapun akan berkurang ke-asyikannya kalo kalian udah kepikiran dengan hari senin. Ngapain mikirin hari senin? Mendingan mikirin saya. :D

Sudahlah tak perlu membahas perihal hari senin.
Sebenarnya saya ingin curhat disini, perihal bagaimana cara membuat cerpen yang baik dan benar.
Kebetulan saya jadi teringat bahwa saya pernah berutang sebuah cerpen kepada seseorang, tapi dari hari pertama saya berjanji akan membuat cerpen, sampe sekarang, belum satu katapun yang sudah saya tulis untuk memulai. Kepada kamu yang telah saya janjikan sebuah cerpen, mohon tunggu a little more long ya... :D

Ketika dia bertanya kepada saya :
"Kamu bisa buat cerpen gak?"
Ya tentu saya jawab bisa, apakah cerpen itu bagus atau tidak kan bukan jadi masalah.
Endingnya ya sudah bisa ditebak, dia minta dibuatkan cerpen.

Ya sudah It's not a big deal.
Awalnya.
Susah amat yakkk.
Akhirnya.

Dan sayapun sadar, kemampuan saya membuat cerpen lebih buruk daripada kemampuan saya membuat sepatu dari tanah liat.Oya maaf.
Itu kurang kerjaan, bukan kemampuan. :D

Terakhir kali ketika kelas 8 SMP, guru Bahasa Indonesia saya memberi sebuah petuah untuk membuat cerpen.
Mulailah kelas itu sibuk menulis cerita masing-masing.
Macem-macem sih ceritanya.
Ada yang bertema binatang... >>> sudah mainstream.
Ada yang bertema kerajaan... >>> mainstream juga.
Ada yang bertema pertemanan... >>> agak mainstream.

Bagaimana dengan saya?
Saya tidak tau pasti apa judul cerpen saya, tapi yang jelas cerpen berawal dari kejar-kejaran antar hewan, dan diakhiri dengan pesta dansa para petinggi kerajaaan. Random banget gak sih. :D

Oh ya sudahlah.