Selasa, 21 Juli 2020

Ejawantah Naif yang Kian Menyublim

Barangkali hidup adalah kesadaran palsu, dan kebenaran yang kalau muncul, justru membikin dunia persilatan global (beserta saham BBCA sekaligus!) akan goyah. Oh, lihatlah bagaimana sinema adalah sebenar-benarnya ungkapan kehidupan.

Lalu, bola-bola kamper adalah seyogianya kita. Kamper itu, adalah individu naif yang akan terkikis dan raib juga ditelan udara (semoga fisika/kimiaku benar, lihatlah bagaimana konyolnya aku perlu menyebutkan keduanya).

Kurasa, dunia perlu diisi orang-orang naif. Pada masanya, kawanan itu akan menyublim dan menyadari bahwasanya dunia merupakan guyonan sejenak menuju raibnya raga ditelan humus (semoga biologiku tidak sedang bergerilya, sebab, setidaknya aku telah sukses hanya dengan menyebut satu disiplin ilmu dengan yakin, semoga).

Pada akhirnya, untuk beberapa orang, hidup tidak akan baik-baik saja dan harapan merupakan belati pembunuh. Percayalah, untuk beberapa orang, mereka akan terlebih dahulu mati sebelum menyadari itu semua. Barangkali, itulah seyogianya yang terjadi. Dan kalaupun terjadi, kamper itu abadi, yang fana adalah kita (masih berduka).

Ya, naif tidak selalu bebal, malah amat berguna, karena sifatnya yang sementara (semua akan menyublim pada waktunya).

Malam ini, aku menyelesaikan satu cerpen, dan betapa naifnya aku. Namun, langkah dimulai sebelum segala ejawantah itu kian menyublim. Aku hanya takut, kalau kian sangsi terhadap kurator-kurator itu (seperti yang terjadi pada lelaki itu)—atau lelaki itu? Ataukah lelaki itu? Konyol bukan? Tetapi dari dua ratus juta lebih penduduk +62, kamu berkesempatan membaca ini—dan sampai habis?!

Bersyukurlah kamper itu masih berwujud, tetapi jangan lama-lama, karena ada kesempatan menjadi bebal.


Label:

Sabtu, 18 Juli 2020

Jadilah Terang

Ayolah, ini bukan perkara kami, tetapi sudah kita. Memang aku jengkel terhadap orang yang masih keliru menggunakan 'di' pada konteks apa pun. Namun, jauh daripada itu, marilah terangi kehidupan kita yang sudah semak belukar ini.

Aku tahu, sudah berkali-kali untuk kamu berpikir supaya kehidupan terhenti saja. Tolonglah, di keadaan temaram kelam, atau kemampuan netra yang nihil sekalipun, jadilah terang, merangsek deburan kesulitan hidup, untuk kita teguk manis-getirnya di masa nanti.

Kita akan mati, kita harus mati, tetapi hanya jika kehidupan menghendakinya.

Aku tidak ingin menyampaikan, bahwa ada tidaknya kamu di dunia, tidak dapat mengubah banyak hal selepas berpulangnya jiwamu. Sanak famili, meski kehilangan, hanyalah kamu ubah hidup mereka, perlahan menguasai duka menuju kenangan.

Marilah, kita hidup sekali lagi. Tontonlah berulang kali kehadiran Totoro. Karena jiwa anak-anak harus dirawat untuk menjaga kewarasan. Sophie pun demikian, dari surat-surat yang didapatkannya, dalam upaya menghindari diri tergelincir ke dalam rentetan bulu-bulu anjing, dan mengabaikan permukaannya yang amat lain. Ayolah, semusim dan semusim lagi, kita rajut kehidupan menuju masa nanti yang agak mendingan.

Label: