Jumat, 23 Agustus 2019

Idih

Oleh Jaila Jimkins

Ya, ya, ya. Haruskah saya juga berganti nama, tuan?

Label:

Sabtu, 03 Agustus 2019

Congkak!

Oleh Jaila Jimkins

Kalau saja mereka tahu bahwa sumber dari segala sumber dirinya sekadar segenggang organ. Dengan berbekal itu, sudah merasa memahami dunia? Memang itu spektakuler. Kaki hilang masih hidup, tangan raib masih juga bernafas, tetapi lain kisah kalau otak. Karena memang itulah keunggulan kalian!

Aku bingung dengan manusia. Karena terlalu sering hidup dengan sudut pandang dirinya, tak dapat lagi melihat dengan sudut pandang ketiga. Kalau membaca sastra saja, baru akan mau!

Tolong cari tahu berapa diameter bumi. Tolong bandingkan dengan diameter otak anda.
Anda jangan mendengus, aku bukan kawanan karbon dioksida.

Milyaran manusia, akankah meringankan makna kamu sebagai manusia? Kalau terhadap anda, aku tak acuh. Aku hanya acuh dengan kamu, beri makan yang benar tubuh itu! Pasokan energi saja terus dihisap, aku tidak kebagian!


Aku heran tentang hasrat manusia yang inginkan kebenaran. Kalau saja anda tahu, elemen-elemen kehidupan sehari-hari anda bertumpu pada bukan kebenaran. Hal ini perlu karena tak semua orang siap dengan kebenaran. Hingga di kemudian hari, kebenaran dianggap sepihak. Tak apa-apa, sila anggap kebenaran memang semu. Memang seperti itu manusia hidup, melupa agar bertahan. Tak kuat segenggam organmu itu dengan diameter bumi beserta isinya. Rasionalitas? Baiklah, itu produk andalan anda-anda sekalian, manusia.

Hingga suatu hari, anda akan menyerah karena rasionalitas dan logika akan tak sanggup memahami suatu perkara... yang aku harap, apa pun itu, anda sudah siap menghadapinya.

Label:

Kamis, 20 Desember 2018

'Menjadi diri sendiri' adalah sebuah kekonyolan

Oleh Jaila Jimkins

Hay, namaku Jaila, sudah berapa kali kukatakan kepada Mizzart Al-Fatih bahwa aku ingin menyampaikan pendapatku. Namun, aku hanya diri dalam tubuhnya, masih amat jarang aku muncul, yang bisa kulakukan hanya menyaksikannya mengendalikan tubuhnya itu sesuka hatinya, tanpa paham bahwa ada diri-diri lain dalam dirinya yang juga ingin menjadi pilot atas tubuhnya itu.

Baiklah, Mizzart Al-Fatih, tolong dengan sangat untuk tidak menghapus ini ketika kau sadar nanti, karena aku ingin menyampaikan sesuatu yang menurutku penting untuk dipahami.

Sudah lama aku mendengar ungkapan "Jadilah diri sendiri" yang menurutku mengandung sebuah absurditas yang abstrak, tak terdefinisikan jelas, tak ada indikator yang jelas tentang bagaimana menjadi diri sendiri -Sesuai dengan mata kuliah metode kuantitatifmu itu kan?

Sebentar, sebelum aku menulis panjang lebar, siapa panggilanmu? Apakah itu Mizzart? Atau Fatih? Karena ada kekacauan pemanggilan nama di kehidupanmu itu, benar kan? Kau dapat membalas ini nanti, namun kuasumsikan kalau kau lebih suka dipanggil Fatih, baiklah itu panggilanmu sekarang. Aku? Panggil saja aku Jaila.

Menjadi diri sendiri itu tak mungkin karena tidak ada konsep diri yang orisinil. Cara kamu bersikap, bertingkah laku, berperingai, sedikit banyak dipengaruhi lingkungan sosialmu. Maka aku bilang tidak mungkin kau menjadi diri sendiri. Ada milyaran orang di bumi, dan kau pikir kau bisa menjadi diri sendiri? Sungguh konyol.

Apa yang membuat sebuah sikap itu menjadi milikmu? Atau milik orang lain? Tak ada!
Aku telah menyaksikan banyak orang tertawa, berpura-pura tertarik dengan ucapan orang lain, berlagak ramah dengan menyapa ketika berpapasan. Itu semua palsu? Tidak! Memang seperti itu dunia! Kau mengharapkan kemurnian? Kau mencari di tempat yang salah.

Jadi, janganlah menjadi diri sendiri, jadilah diri yang perlu.

Label: